Sabtu, 13 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Tim Modifikasi Cuaca Tak Bisa Menangkal Hujan Malam Hari, Ini Penjelasan BPPT

BACA JUGA




Fintechnesia.com | Hujan beberapa hari ini mengguyur Jabodetabek menjelang dini hari hingga pagi hari. Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC-BPPT), fenomena menyerupai Cross Equatorial Northerly Surge (CENS) yang berasal dari Laut China Selatan ke Teluk Jakarta menjadi penyebab tingginya curah hujan di wilayah Jabodetabek.

Sementara terkait hujan deras di Jabodetabek menjelang dini hari hingga pagi hari, armada Tim Modifikasi Cuaca (TMC) perlu diperkuat agar melaksanakan penerbangan malam hari. Menurut Kepala BBTMC-BPPT Tri Handoko Seto, pemicu CENS adalah dua siklon tropis Ferdinand dan Esther di selatan Indonesia. Massa udara dingin dari CENS kemudian mengalami konvergensi dengan massa udara daratan dari Jakarta yang terjadi malam hari.

CENS menyebabkan proses pembentukan awan cumulonimbus terjadi lebih cepat di teluk Jakarta. Siklon Ferdinand dan Esther berkontribusi terjadinya fenomena ini. Akibatnya hujan kerap terjadi pada malam hingga dinihari atau dikenal sebagai fenomena Nighttime-Morning Precipitation,” papar Tri Handoko, Selasa (25/2).

Menurut Tri Handoko, Jabodetabek saat ini di wilayah konvergensi massa udara. Sehingga menyebabkan peningkatan massa udara basah yang memicu hujan lebat. Dari hasil analisa dan pengamatan cuaca, pertumbuhan awan hujan di Jabodetabek sebagian besar terjadi pada malam hingga dini hari.  

Awan-awan mulai tumbuh secara masif pada malam hari dan terjadi hujan lebat pada malam hingga dini hari bahkan sampai pagi hari. “Awan-awan seperti ini di luar jangkauan kemampuan armada TMC yang ada saat ini. Keterbatasan operasional tim TMC Jabodetabek selama ini hanya bisa melakukan penyemaian pada awan-awan yang tumbuh pada pagi hingga siang menjelang sore,” ujarnya.

Baca Juga: Hujan Terus Malam Hingga Dini Hari di Jabodetabek, Ini Penjelasan BPPT

Menurut Tri Handoko Seto, pertimbangan keselamatan penerbangan menjadi prioritas utama sehingga penyemaian awan hanya dilakukan pada saat kondisi visual yang memadai, yaitu  rentang waktu setelah terbit matahari hingga menjelang terbenam matahari. “Mudah-mudahan ke depan armada TMC direvitalisasi agar mampu beroperasi pada malam hari,” ujarnya.

Berbeda kondisinya pada siang hari. Dari analisis dan pengamatan, beberapa hari terakhir pertumbuhan awan pada siang hari tidak cukup banyak. “Dari semula dua hingga tiga sorti penerbangan, kini  TMC dioperasikan  dengan melakukan penyemaian 1-2 sorties perhari saja,” ujarnya.

Koordinator Lapangan BBTMC-BPPT Posko TMC Halim Perdanakusuma Dwipa W. Soehoed mengatakan dalam pelaksanaan TMC, penerbangan dapat mencapai hingga  ke Barat dan Barat Laut Jabodetabek (70-90 Nm bahkan >100 Nm) untuk menjatuhkan awan hujan di lokasi tersebut.  “Tujuannya potensi pertumbuhan awan yang menuju ke Jabodetabek  dihujankan terlebih dulu,” ujarnya.

Tim TMC juga memantau dari data gradient wind, selain terjadi peningkatan masa udara basah juga tampak massa udara masuk dari perairan pasifik yang kemudian terjadi perlambatan karena pertemuan massa udara dari perairan Samudera Hindia. “Tim kembali meningkatkan pengamatan cuaca secara intensif pertumbuhan dan pergerakan awan yang akan masuk ke wilayah Jabodetabek. Awan-awan yang bergerak kearah wilayah Jabodetabek segera disemai agar jatuh menjadi hujan sebelum masuk wilayah Jabodetabek,” ujar Dwipa W. Soehoed.

Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang dilakukan oleh BPPT bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), TNI-AU dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dilaksanakan sejak 3 Januari lalu. Hingga 24 Februari 2020, TMC telah melakukan 127 sorti dengan total jam terbang lebih dari 274 jam. Total bahan semai yang digunakan lebih dari 205 ton, dengan ketinggian penyemaian sekitar 9.000- 12.000 kaki.

Operasi TMC untuk penanggulangan banjir dengan cara mempercepat penurunan hujan sebelum mencapai wilayah Jabodetabek. Teknologi modifikasi cuaca pada misi ini ditujukan untuk meredistribusi dan mengurangi potensi curah hujan di wilayah Jabodetabek. Penerbangan penyemaian dilakukan pada awan-awan potensial hujan di wilayah Kepulauan Seribu, sepanjang  Selat Sunda, Ujung Kulon dan sekitarnya. (sya)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER