Kamis, 18 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Jenjang Besar Inklusi Keuangan dan Literasi Keuangan Mendorong Bisnis Fintech

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Disparitas inklusi keuangan dan literasi keuangan memerlukan perhatian serta mitigasi khusus. Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019 menunjukkan, indeks inklusi keuangan sebesar 76,19%.

Sementara indeks literasi keuangan ada di angka 38.03%. Dari data tersebut terlihat, akses menjangkau layanan keuangan tidak diiringi literasi atau pengetahuan akan keuangan.

Kurangnya kompetensi literasi keuangan merupakan isu nasional yang perlu dijembatani. Rendahnya tingkat literasi keuangan menjadi persoalan penting. Lantaran dapat berdampak buruk bagi kehidupan individu hingga negara.

Andi Taufan Garuda Putra, CEO dan Founder Amartha mengatakan, sejak bertransformasi menjadi peer to peer (P2P) lending pihaknya menyadari Mitra Amartha tidak hanya membutuhkan modal usaha. Tapi juga pelatihan pengelolaan usaha dan keuangan. Agar dapat lebih sejahtera secara finansial.

Amartha tidak hanya memberikan akses permodalan kepada perempuan pengusaha mikro di pedesaan, tetapi juga memberikan pendampingan serta pelatihan keuangan.

Mitra Amartha  yang telah bergabung juga harus mengikuti pelatihan di mana akan dikenalkan mengenai dasar pengelolaan modal usaha dengan bekerjasama dengan sejumlah lembaga internasional. “Upaya ini diharapkan dapat menjadi salah satu langkah untuk meningkatkan kompetensi literasi keuangan di masyarakat khususnya di desa,” kata Andi, Kamis (3/12).

Pelatihan tersebut diinisiasi dari data yang ditemukan Amartha. Mayoritas pendidikan yang ditempuh oleh perempuan di pedesaan hanya sampai pada jenjang Sekolah Dasar dengan persentase 52.3%. Akses terhadap informasi dalam hal ini kepemilikan ponsel juga menjadi hambatan untuk mengadakan pelatihan keuangan.

Sebanyak 62.5% mitra Amartha tidak memiliki ponsel yang terhubung dengan internet. Akses informasi hanya didapat dari media konvensional seperti televisi atau orang terdekat seperti keluarga dan kelompok sebaya saja.

Dengan rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya akses terhadap informasi, para perempuan mitra Amartha ternyata lebih memilih fintech peer-to-peer (P2P) lending atau fintech pendanaan dibandingkan jasa keuangan formal lain. Sejumlah pertimbangan yang melatarbelakangi keputusan tersebut adalah jarak yang jauh dengan bank, jumlah pinjaman yang dapat diajukan terlalu besar, syarat administrasi yang lebih kompleks, hingga sudah terbiasa dengan transaksi tunai. (mrz)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER