Sabtu, 20 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Sinergi Kebijakan Kemenkeu, BI, OJK dan LPS Dorong Pembiayaan Perbankan ke Dunia Usaha

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Sinergi kebijakan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), perbankan dan dunia usaha diarahkan mendorong kredit dan pembiayaan ke sektor-sektor prioritas. Dari sisi pelaku dunia usaha, mereka optimistis, pemulihan ekonomi akan terus berlanjut.

Dalam Temu Stakeholder untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional di Surabaya Kamis (1/4), Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti menyampaikan, secara nasional, kredit dan pembiayaan perlu diarahkan ke sektor prioritas. Terdapat 38 subsektor prioritas dengan kontribusi besar pada produk domestik bruto dan ekspor. Terdiri dari 6 subsektor berdaya tahan, 15 subsektor pendorong pertumbuhan serta 17 subsektor penopang pemulihan.

Namun, penambahan pembiayaan melalui perbankan masih terbatas. Bauran kebijakan BI tetap diarahkan untuk mendorong pemulihan ekonomi, termasuk pembiayaan kepada dunia usaha. Bank sentral telah menurunkan suku bunga kebijakan sebanyak enam kali sejak 2020 sebesar 150 basis poin (bps) menjadi 3,5%. Serta melakukan injeksi likuiditas yang besar.

BI juga mendorong transparansi Suku Bunga Dasar Kredit., Lalu memperkuat kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM/RIM Syariah) dengan memasukkan wesel ekspor sebagai komponen pembiayaan, serta memberlakukan secara bertahap ketentuan disinsentif berupa Giro RIM/RIMS, untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan ekspor.

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara menyampaikan, pada tahun 2021, kerangka pemulihan ekonomi 2021, terpusat pada tiga hal. Pertama, intervensi kesehatan melalui vaksinasi gratis dan disiplin penerapan protokol Covid.

Kedua, survival and recovery kit untuk menjaga kesinambungan bisnis. Ketiga, reformasi struktural melalui UU No. 11/2020 tentang UU Cipta Kerja. Selain itu, APBN didesain sebagai upaya untuk kembali mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Di APBN, terdapat anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang meningkat 22% menjadi Rp 699,43 triliun. Menyasar kesehatan sebesar Rp 176,3 triliun, dukungan sosial sebesar Rp157,41 triliun, dukungan UMKM dan korporasi sebesar Rp184,83 triliun, insentif usaha sebesar Rp 58,46 triliun serta Rp122,44 triliun untuk dukungan program prioritas. Lima program tersebut diarahkan untuk menjadi game changer di tahun 2021.

Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Heru Kristiyana menyampaikan,OJK mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus agar sektor jasa keuangan tetap kokoh dan sektor riil dapat kembali bisa bangkit. Kebijakan-kebijakan stimulus tersebut telah membuat perbankan nasional masih terjaga baik.

Rasio permodalan atau CAR 24,55% (Februari,yoy), aset (Rp9.124 triliun, Februari), dan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 10,11% (yoy). Untuk mendorong pertumbuhan kredit yang masih terkontraksi diperlukan sinergi kebijakan dalam meningkatkan demand yang bisa menggulirkan sektor usaha. OJK optimistis dengan berbagai respons kebijakan yang telah dilakukan maka pertumbuhan kredit akan mulai tumbuh diperkirakan pada kuartal kedua.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi menyampaikan pemerintah telah melakukan pendekatan dalam mengatasi pandemi yang tepat (on track) baik dari sisi kesehatan dan ekonomi. Sehingga optimisme ke depan mulai terbangun baik di UMKM maupun dunia usaha.

Dalam sesi tanggapan, Lana Soelistianingsih, Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melihat, kepercayaan masyarakat terjaga yang tercermin dari dana masyarakat di perbankan relatif stabil. LPS berharap, suku bunga kredit ke depan bisa terus turun sehingga dapat mendukung penyaluran kredit/

Mendorong pembiayaan perbankan kepada dunia usaha, LPS mengeluarkan beberapa kebijakan. Yaitu penurunan tingkat bunga pinjaman sebesar 150 bps untuk simpanan dalam rupiah di bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR). Serta 75 bps untuk simpanan dalam valas di bank umum, kebijakan relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi, serta kebijakan relaksasi waktu penyampaian laporan. (mrz)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER