Jumat, 29 Maret 2024
FINTECHNESIA.COM |

IPO Bukalapak Semakin Mendekat, Begini Kata Hasan Zein Mahmud

BACA JUGA




FinTechnesia.com | PT Bukalapak.com Tbk segera melakukan IPO pada 6 Agustus mendatang. Menjelang go public, investor ritel Hasan Zein Mahmud merilis celotehnya tentang Bukalapak.

Menurut Hasan, model kuno yang lumayan bagus dalam evaluasi perusahaan atau intrinsik saham adalah discounted cash flows (DCF). DCF termasuk yang paling logis dan sederhana. Langkah pertama, tentukan horison investasi, kemudian perkirakan future cash flows, perkirakan terminal value, dan tetapkan discount factor.

Hal yang tidak sederhana adalah kemampuan memprediksikan dengan betul proyeksi arus kas yang akan datang. Tak ada satu pun manusia tahu pasti apa yang akan terjadi esok hari. Maka dari itu, DCF yang sederhana kemudian diembel-embeli dengan 1001 asumsi (asumsi = menganggap benar sesuatu yang sejatinya tidak benar).

“Dengan logika sederhana itu saya mencoba mengerti mengapa valuasi start up technologies, tidak bisa difahami dengan indikator-indikator konvensional,” jelas Hasan.

Laba usaha, nilai aset, profit margin, price earning ratio, price to book value, EV/Ebitda, dan sederet lainnya, tidak lagi relevan.

Baca juga: Siap IPO, Begini Kinerja Keuangan Bukalapak

Saat ini, mengukur nilai suatu perusahaan teknologi tak lagi cocok dengan nilai aset. Sebagian besar aset perusahaan tersebut tidak berbentuk. Kekuatan terbesar terletak pada keunggulan tim manajemen dan teknologi. Gabungan keduanya membuka opportunity nyaris tanpa batas.

Namun, tiap teknologi pasti memiliki daur hidup. Karena itu, horison investasi tetap relevan. Pada early stages potensi pertumbuhan pemakai jasa dan cash flows akan sedemikian tinggi. Pada middle stages ekspekstasi laba sedemikian besar. Menjelang maturity, boleh jadi, evaluasi akan kembali ke pendekatan konvensional DCF.

Secara teknikal harga saham naik hanya karena satu hal: permintaan lebih besar dari pasokan saham. Paradigma tentang “opportunity tanpa batas” itu yang mendorong investor menyerbu saham teknologi. Tentu saja diikuti oleh para followers yang – maaf – tak memiliki paradigma.

“Namun saya tetap investor kolot dan konvensional,” jelas Hasan. Konon keberanian seseorang mengambil risiko investasi ditentukan oleh banyak hal, seperti keterbatasan dana dan umur. Dua constraints yang mengikat Hasan pada kesadaran realitas.

“Karena itu, saya hanya membeli saham perusahaan yang menurut prediksi saya mampu memperoleh laba dari operasi normal. Tentu dalam batas horison investasi yang mampu saya perkirakan,” lanjut Hasan.

Sementara ini, saya menghindar dari perusahaan yang tim pengendalinya – dengan kejeniusan mereka – mencari keuntungan luar biasa besar dari berbagai rekayasa. Baik rekayasa finansial dan teknologi, yang menaikkan harga sahamnya ke langit.

Sementara itu, operasional perusahaan terus merugi. Walaupun dengan embel-embel ekspekstasi keuntungan setinggi langit pula, kelak di kemudian hari. “Ekspekstasi keuntungan di luar batas horison investasi yang mampu saya liha,” tutupnya. (eko, indowork.id)

Artikel ini telah tayang di indowork.id

Celoteh Hasan Zein: Menyambut IPO Bukalapak, Bagaimana Prediksi Keuntungannya?


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER