Selasa, 26 Maret 2024
FINTECHNESIA.COM |

Peluang Asia dalam Membangun Masa Depan Berkelanjutan Terbuka Lebar

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Laporan terbaru Citi menyebutkan, banyak klien menjajaki berbagai peluang keuangan memenuhi tujuan Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (ESG). Laporan tersebut mencakup pandangan Black Rock dan Manulife Investment Management di Asia. Dan survei terhadap klien emiten utama bank di wilayah tersebut.

Pada kuartal pertama tahun ini, Citi melakukan survei terhadap 259 klien institutional di 14 negara di Asia Pasifik. Agar lebih memahami bagaimana mereka merangkul agenda ESG.

Dari responden ini, mayoritas memegang posisi tingkat senior di perusahaan mereka. Sebanyak 16% adalah Chairman, Presiden Direktur atau CEO, 24% adalah eksekutif C-Suite lainnya.

Lalu 26% adalah Direktur Pelaksana dan Direktur. Kemudian 28% adalah Wakil Presiden dan Presiden Senior. Hasil survei mengungkapkan, 54% responden telah memiliki kebijakan dan praktik ESG yang terintegrasi dalam strategi korporat organisasi mereka. Sementara hampir 90% responden lain berniat untuk meluncurkan kebijakan dan praktik ESG dalam waktu 5 tahun.

Pandemi COVID-19 telah menghadirkan berbagai tantangan baru dan menjadi pemicu berbagai perubahan. Isu-isu ESG yang sebelumnya tidak diprioritaskan kini menjadi berada di garda depan. Lebih dari 2/3 responden mengaitkan COVID-19 sebagai kekuatan pendorong kebijakan dan praktik ESG di perusahaan mereka.

Penggerak utama di balik penerapan standar ESG menurut para responden. Meliputi penyelarasan dengan strategi keberlanjutan perusahaan secara keseluruhan (65%). Lalu dampak positif terhadap hubngan dengan pelanggan dan pemangku kepentingan (57%).

Kemudian faktor sosial dan lingkungan (48%); kewajiban peraturan dan mendahului perubahan kebijakan dan peraturan yang lebih luas (42%). Serta akses ke pendanaan yang didedikasikan untuk proyek-proyek ESG (28%) dan permintaan dan harga berdampak pada produk ESG (22%).

“Kami memandang penting pembiayaan berkelanjutan. Kami siap bermitra dengan klien kami di seluruh wilayah untuk membantu mereka mengurangi jejak karbon dalam operasi mereka. Dan mencapai keberlanjutan perusahaan mereka,” terang Peter Babej, CEO Citi Asia Pasifik, Selasa (13/7).

Survei tersebut juga meminta responden untuk membuat peringkat tiga pemangku kepentingan teratas yang paling vokal dalam mengadvokasi kebijakan dan praktik ESG di organisasi mereka. Hasilnya 33% menempatkan pemerintah atau regulator di posisi teratas, diikuti oleh investor (21%) dan pelanggan (20%).

Ketika diminta untuk menentukan peringkat tiga besar instrumen keuangan berkelanjutan dan keuangan hijau yang paling mereka minati atau eksplorasi, obligasi hijau berada di uratan teratas dengan 22%. Sementara sebagian besar responden (42%) memilih pembiayaan modal kerja terkait ESG sebagai salah satu dari tiga pilihan teratas mereka.

Laporan tersebut menyoroti pertumbuhan keuangan lingkungan di wilayah tersebut. Sebagai bagian dari komitmen keuangan berkelanjutan Citi yang lebih luas, bank telah mengumpulkan lebih dari US$ 25 miliar untuk klien di Asia Pasifik pada paruh pertama thaun 2021. Meningkat sekitar 400% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2020.

“Cakupan upaya pembiayaan berkelanjutan kami terus berkembang dan mencakup seluruh segmen klien – mulai dari investor yang memposisikan ulang portfolio mereka menuju industry yang lebih hijau, hingga perusahaan yang menyelaraskan kembali model bisnis mereka melalui akusisi dan divestasi. Komitmen institusional kami untuk membangun masa depan yang lebih hijau mencakup seluruh kegiatan ini,” terang Peter.

Dalam 12 bulan terakhir, Citi mencapai sasaran dampak lingkungan. Dengan menyediakan 100% listrik terbarukan di berbagai kantornya di seluruh Asia Pasifik. (mrz)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER