Selasa, 26 Maret 2024
FINTECHNESIA.COM |

Vaksin COVID-19 AstraZeneca dan Vaksin mRNA Menunjukkan Profil Keamanan yang Sama dan Tinggi

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Dalam sebuah penelitian dunia, data yang diterbitkan sebagai pra-cetak di server The Lancet, lebih dari satu juta orang diamati tingkat kejadian kelainan pembekuan darah tromboemboli dan trombositopenia. Termasuk trombosis dengan trombositopenia (thrombosis with thrombocytopenia syndrome/TTS) yang sangat langka setelah vaksinasi menggunakan mRNA atau vaksin COVID-19 AstraZeneca. Dan membandingkannya dengan tingkat kejadian pada populasi umum dan para penderita COVID-19.

Vaksin COVID-19 AstraZeneca dan berbasis mRNA memiliki profil keamanan sama. Dan secara keseluruhan menguntungkan. Gangguan pembekuan yang sangat langka (TTS) didapatkan pada kedua vaksin tersebut. Hasilnya kejadian yang mungkin terjadi pada populasi umum dan lebih rendah dibandingkan mereka yang didiagnosis dengan COVID-19.1

Laporan tingkat kejadian setelah dosis kedua Vaksin COVID-19 AstraZeneca belum dilakukan karena keterbatasan waktu penelitian. Peenelitian lain menunjukkan tingkat kejadian pembekuan darah yang langka adalah lebih rendah setelah dosis kedua

Terlepas dari vaksin yang digunakan, peningkatan tingkat kejadian trombosis pada orang yang terinfeksi COVID-19 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian ini karena vaksinasi. Tingkat tromboemboli vena delapan kali lebih tinggi pada orang yang diagnosis infeksi COVID-19 dibandingkan tingkat kejadian di masyarakat umum.

Sir Mene Pangalos, Executive Vice President, BioPharmaceuticals R&D, mengatakan, studi dunia nyata ini memberikan bukti lebih lanjut tentang manfaat yang tinggi dan profil risiko AstraZeneca. “Serta menunjukkan peran penting semua vaksin COVID-19 dalam memerangi pandemi,” kata Mene, Senin (2/8).

Analisis ini melibatkan 945.941 peserta mRNA (778.534 dengan dua dosis). Dan 426.272 peserta Vaksin COVID-19 AstraZeneca antara 27 Desember 2020 dan 19 Mei 2021.

Data tersebut juga termasuk 222.710 penderita COVID-19 yang diidentifikasi antara 1 September 2020 dan 1 Maret 2021 dari sekitar 4.570.149 peserta. Ini berdasarkan data 1 Januari 2017 dari database kesehatan masyarakat yang diadakan di Catalonia, Spanyol.

Hasil penelitian sejalan dengan laporan terbaru dalam Medicines and Healthcare products Regulatory Agency (MHRA) Yellow Card Report, sistem yang digunakan Inggris untuk mengumpulkan dan memantau informasi tentang masalah keamanan, yang juga menunjukkan tingkat TTS yang rendah setelah dosis kedua.2

Tidak ada faktor risiko spesifik atau penyebab pasti TTS setelah vaksinasi COVID-19. AstraZeneca terus melakukan dan mendukung penelitian yang sedang berlangsung tentang kemungkinan mekanismenya. Selain itu, peristiwa yang sangat langka ini dapat ditangani apabila gejalanya teridentifikasi dan diobati.

Vaksin COVID-19 AstraZeneca ditemukan bersama Universitas Oxford dan perusahaan spin-outnya, Vaccitech. Vaksin ini menggunakan vektor virus simpanse. Ini tidak bereplikasi berdasarkan versi yang dilemahkan dari virus flu biasa (adenovirus) yang menyebabkan infeksi pada simpanse dan mengandung materi genetik dari protein spike virus SARS-CoV-2. Setelah vaksinasi, diproduksilah protein permukaan spike yang akan mempersiapkan sistem kekebalan untuk menyerang virus SARS-CoV-2 jika kemudian menginfeksi tubuh.

Vaksin telah memperoleh izin pemasaran bersyarat atau penggunaan darurat di lebih dari 80 negara di enam benua. Lebih dari 800 juta dosis Vaksin COVID-19 AstraZeneca dipasok ke 170 negara di seluruh dunia. Termasuk lebih dari 100 negara melalui Fasilitas COVAX. (eko)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER