Kamis, 18 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Pemerintah Bisa Akses Data Pribadi, Perlu Ada Aturan Lebih Jelas

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Wacana membuka akses pemerintah terhadap data pribadi masyarakat tanpa persetujuan pemilik data dalam keadaan tertentu perlu diperjelas. Apalagi setelah beberapa kejadian kebocoran data masyarakat yang memanfaatkan layanan publik yang dikelola oleh instansi pemerintahan. Seperti BPJS Kesehatan dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil beberapa waktu lalu.

Wacana yang masih diperdebatkan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi ini perlu mendapatkan perhatian lebih.

Ketentuan perlu diperjelas, dengan memberikan informasi yang menjustifikasi dari segi latar belakang keperluan pemerintah mengakses data masyarakat. Juga langkah yang ditempuh dan ketentuan teknis penggunaan. Serta juga sanksinya bagi yang melanggar ketentuan tersebut.

Wacana ini perlu dipikirkan secara strategis dengan menimbang dampak positif dan juga dampak negatifnya. “Sejauh mana pemerintah bisa memanfaatkan akses tersebut dengan bijaksana. Dan sejauh mana mereka bisa memastikan akses tersebut benar-benar digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan pemilik data,” terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan, awal pekan ini.

CIPS melihat setidaknya ada dua poin penting yang masih menjadi perdebatan dan penting untuk disoroti. Dua poin tersebut yaituberkaitan dengan faktor risiko keamanan dari pembukaan akses pemerintah ke data pribadi masyarakat.

Serta pengecualian bagi pemerintah mengakses data pribadi masyarakat tanpa persetujuan pemilik data dalam kondisi-kondisi tertentu yang mencakup pertahanan dan keamanan nasional. Juga proses penegakkan hukum, pengawasan sektor jasa keuangan, stabilitas sistem aturan moneter, pembayaran, keuangan, serta kepentingan masyarakat dalam administrasi negara.

Walaupun sudah ada kondisi-kondisi tertentu yang diklasifikasikan menjadi pengecualian, sebaiknya pemerintah juga wajib memberikan alasan yang jelas ketika mengakses data pribadi masyarakat. Terutama untuk kepentingan-kepentingan yang disebutkan di dalam RUU.

Menurut Pingkan, rancangan aturan yang ada belum menjamin kewajiban pemerintah tersebut. Sebagai contoh, dalam hal pertahanan dan keamanan nasional misalnya, harus ada keadaan mendesak.

Sehingga pemerintah dapat menjustifikasi haknya untuk mengakses data pribadi seseorang. Selain itu, pemerintah memiliki hak untuk mengakses data pribadi terkait proses penegakkan hukum setelah pengadilan memberikan izin,” jelas Pingkan..

Namun jika mengizinkan pemerintah mengakses data pribadi masyarakat memiliki risiko penggunaan data secara sepihak untuk kepentingan politis atau bahkan ekonomis. Mungkin tidak akan terjadi pada masa administrasi pemerintahan sekarang.

Tapi bila hal tersebut bisa membuka kesempatan bagi administrasi yang akan datang untuk bisa mengambil informasi atau data pribadi masyarakat tanpa persetujuan pemilik data untuk hal-hal yang belum jelas peruntukannya.

Tidak kalah penting adalah prosedur penggunaan dan keamanan data. Harus ada jaminan, setelah pemerintah mengakses data pribadi masyarakat, data tersebut hanya akan digunakan sesuai peruntukan. Dan tidak dibocorkan ke publik di luar dari tujuan pemerintah dalam mengakses data tersebut.

DPR mengesahkan Prolegnas Prioritas untuk tahun 2021 dalam Sidang Paripurna yang diadakan pada 23 Maret 2021 lalu. Dan RUU PDP termasuk di dalamnya. Masih ada beberapa hal dalam RUU yang masih dapat diperjelas dalam pembahasan.

“Selain akses pemerintah kepada data pribadi, posisi lembaga pengawas data pribadi juga masih menjadi perdebatan antara DPR dengan pemerintah. CIPS berkeyakinan posisi lembaga ini lebih baik independen untuk dapat memastikan akuntabilitas, transparansi dan juga independensinya,” tegas Pingkan. (nau)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER