Selasa, 23 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Sebanyak 72% Responden Kaspersky Mengamai Satu Jenis Ancaman Terkait Platform Pembayaran Elektronik

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Penelitian Kaspersky baru-baru ini menunjukkan korelasi positif antara kesadaran risiko ancaman terkait pembayaran digital dan penerapannya di Asia Tenggara.

Berjudul Mapping a secure path for the future of digital payments in APAC, penelitian ini menunjukkan, hampir seluruh responden di Asia Tenggara (97%) mengetahui setidaknya satu jenis ancaman terhadap platform pembayaran elektronik. Sementara hampir tiga dari empat (72%) mengalami setidaknya satu jenis ancaman yang terkait dengan teknologi ini.

Kesadaran ini dapat dikaitkan dengan volume pemberitaan di media tentang insiden keamanan siber. Dan upaya kolektif dari pemerintah bersama sektor swasta dalam meningkatkan kesadaran keamanan di tengah maraknya adopsi mobile banking dan e-wallet di wilayah tersebut.

.Lebih dari seperempat responden mengalami penipuan rekayasa sosial melalui teks atau panggilan (37%). Lalu lewat situs web palsu (27%), penawaran dan transaksi palsu (27%), dan seperempat melaporkan telah menerima penipuan phishing (25%).

Penipuan rekayasa sosial adalah ancaman yang paling banyak ditemui di sebagian besar negara Asia Tenggara. Yakni Indonesia (40%), Malaysia (45%), Filipina (42%), Singapura (32%), dan Vietnam (38%). Satu-satunya pengecualian adalah Thailand. Ancaman yang paling banyak ditemui yaitu situs web palsu (31%).

Penipuan rekayasa sosial, situs web palsu, serta penawaran dan kesepakatan palsu adalah salah satu ancaman yang paling umum ditemui, dengan persentase kesadaran (awareness) yang besar masing-masing sebesar 72%, 75%, dan 64%.

Setelah mengalami insiden siber, lebih dari dua dari tiga responden dari wilayah tersebut (67%) mengatakan, mereka menjadi lebih waspada. Lebih dari seperempat (32%) juga mencemaskan apakah mereka bisa mendapatkan kembali uang yang hilang.

Konsumen juga khawatir tentang kepercayaan mereka. Sekitar 36% mengindikasikan mereka masih percaya bahwa bank dan penyedia e-wallet dapat menyelesaikan isu yang ada. Tetapi 18% mengatakan mereka kurang percaya pada penyedia pembayaran digital. Meskipun demikian, sejumlah konsekuensi terus berlanjut.

Lebih dari seperempat (30%) responden menyalahkan diri sendiri atas kesalahan tersebut. Sementara sebagian kecil (12%) mengakui bahwa mereka terlibat dalam kesalahpahaman dengan pasangan, anggota keluarga dan teman karena hal itu.

Adopsi metode pembayaran digital tampaknya menjadi pedang bermata dua. Dengan kenyamanan dan manfaat besar yang diperoleh, risiko keamanan siber hadir menjadi aspek yang kurang diinginkan.

“Jika kita ingin sepenuhnya menyadari manfaat pembayaran digital, penting bagi semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, penyedia pembayaran digital, pengguna, dan bahkan perusahaan keamanan siber, bekerja sama dalam membangun ekosistem pembayaran yang stabil, aman, dan tangguh di masa depan,” kata Sandra Lee, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky., dalam rilis yang diterima FinTechnesia, Rabu (6/4).

Dalam hal tindakan yang dilakukan setelah menghadapi ancaman, hampir dua dari tiga responden (64%) melakukan perubahan terhadap kata sandi dan pengaturan keamanan lain di aplikasi perbankan dan e-wallet mereka.

Setengahnya (50%) menelepon bank atau perusahaan e-wallet terkait. Sementara 45% memberi tahu anggota keluarga dan teman-teman mereka tentang insiden tersebut.

Perlindungan keamanan siber menjadi lebih diperhatikan oleh konsumen begitu mereka berhadapan dengan ancaman. Sedikit lebih dari seperempat responden (26%) mengatakan, mereka menginstal solusi keamanan pada perangkat yang terinfeksi. Sementara persentase yang sama (26%) mengatakan mereka melakukannya terlepas dari apakah perangkat mereka terinfeksi atau tidak.

“Memulai baru dari awal” juga merupakan pilihan. Sebanyak 15% responden mengatakan bahwa mereka mengunduh e-wallet baru dan membuat akun baru hanya untuk keamanan. (iwa)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER