Kamis, 25 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Tangkal Kejahatan Siber Perbankan, Ini Langkah Nasabah

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Kejahatan siber menjadi salah satu tantangan di tengah era digitalisasi yang terus berkembang. Masyarakat sebagai pengguna layanan digital kerap menjadi korban atas serangan siber yang dilakukan oleh peretas. 

Selain menjadi korban, masyarakat terkadang juga bingung untuk melaporkan tatkala mereka terkena serangan siber. Alhasil, masyarakat menggunakan media sosial untuk berkeluh kesah dan viral. 

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Anung Herlianto menjelaskan, prinsip penanganan pengaduan telah diatur dalam peraturan OJK No.6/2022. Yakni tentang perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor jasa keuangan. 

Pelaku jasa keuangan, termasuk perbankan, harus menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai perlindungan konsumen.  Dia mengatakan, jika kerugian masyarakat akibat sistem atau infrastruktur perbankan, bank harus mengganti. 

“Pelaku usaha jasa keuangan juga dilarang mengenakan biaya kepada konsumen dalam menjalankan prosedur pengaduan,” kata Anung, Jumat (10/6).

OJK juga mengatur mengenai mekanisme pengaduan konsumen di POJK No.18/2018 tentang Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan. POJK tersebut mengatur batas waktu penyelesaian sengketa yang harus dipenuhi oleh perbankan. 

OJK juga menyediakan layanan kepada masyarakat untuk menyalurkan pengaduan melalui aplikasi portal perlindungan konsumen (APPK). Masyarakat dapat menyampaikan keluhan mereka dalam aplikasi tersebut. 

Dalam tataran teknis, OJK juga telah mengeluarkan surat edaran OJK No.2/2014 tentang Pelayanan dan Penyelesaian Pengaduan Konsumen pada Pelaku Jasa Keuangan. Beleid tersebut mengatur secara detail terkait pelayanan dan penyelesaian pengaduan pada pelaku jasa keuangan. 

 “Jadi sebenarnya kami sudah memiliki outline mengantisipasi potensi. Apakah itu kesalahan nasabah atau kesalahan bank mengalami kerugian akibat transaksi digital. Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan melalui berbagai kanal digital tadi,” kata Anung. 

Dari sisi regulasi, OJK akan merevisi POJK mengenai manajemen risiko teknologi informasi (MRTI) menjadi POJK mengenai penyelenggaraan teknologi informasi. Cakupannya akan lebih luas, tidak terbatas pada manajemen risiko.  

Anung menuturkan, literasi digital nasabah menjadi kunci di era digital. Para peretas mengincar lapisan terlemah dalam ekosistem perbankan digital yaitu nasabah. Literasi digital masyarakat harus terus ditingkatkan oleh seluruh pemangku kepentingan. 

Sementara itu, Direktur TI dan Operasi BNI, YB Hariantono mengatakan, dalam menjaga dan melindungi data nasabah perusahaan berfokus pada dua area. Pertama, penguatan di internal. Sehingga nasabah dapat melakukan transaksi digital dengan aman dan nyaman melalui aplikasi. 

BNI terus meningkatkan infrastruktur, teknologi dan proses sehingga transaksi makin aman. Khususnya dalam menghadapi serangan dari luar. 

Kedua, admeningkatkan dan membangun kesadaran masyarakat agar mereka terhindar dari social engineering dan penipuan-penipuan dengan mengatasnamakan perbankan. 

“Kami membuat program-program awareness yang berkelanjutan dan rutin kepada nasabah. Ini bisa dilakukan oleh perbankan sendiri, atau bersama-sama dengan industri dan regulator,” kata Hariantono. 

Selain itu, kata Hariantono, BNI juga terus berinvestasi dalam penguatan teknologi informasi. Dari belanja modal untuk pengembangan teknologi informasi tersebut, alokasi dana untuk peningkatan keamanan siber cukup besar. (iwa)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER