Kamis, 18 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Data Google Trends, Temasek, dan Analisis Bain Memproyeksi, Ekonomi Digital Indonesia Sentuh GMV Senilai US$ 77 miliar pada 2022 

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Ekonomi digital sepertiny cerah. Laporan e-Conomy SEA tahun ini memproyeksikan, ekonomi digital Indonesia akan mencapai gross merchandise value(GMV) senilai US$ 77 miliar pada tahun 2022. Angka itu setelah tumbuh sebesar 22% selama setahun terakhir. 

Hingga tahun 2025, ekonomi digital diproyeksikan mencapai US$ 130 miliar, tumbuh dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 19%. Dan hingga tahun 2030 diperkirakan akan tumbuh lebih dari tiga kali lipat di kisaran US$ 220 sampai US$ 360 miliar.

Laporan multi-tahunan ini, yang menggabungkan data dari Google Trends, data dari Temasek, dan analisis dari Bain & Company, selain juga memadukan informasi dari berbagai sumber di industri dan wawancara dengan para ahli, menyoroti ekonomi digital enam negara di Asia Tenggara. Yakni Indonesia, Vietnam, Malaysia, Thailand, Singapura dan Filipina.

Di Indonesia, sektor e-commerce terus mendorong ekonomi digital dan nilainya diperkirakan akan mencapai US$59 miliar pada tahun 2022. Meskipun aktivitas belanja offline kini mulai kembali bergairah, sektor e-commerce menyumbang 77% dari keseluruhan ekonomi digital.

“Indonesia memiliki sektor e-commercedengan pertumbuhan tercepat kedua (setelah Vietnam) tetapi selain GMV ada banyak dimensi pertumbuhan yang kini juga harus difokuskan,” ucap Randy Jusuf, Managing Directo, Google Indonesia, Selasa (8/11). Untuk mendorong pertumbuhan jangka pendek, bisnis kini lebih berfokus mencapai profitabilitas dengan memangkas biaya dan mengoptimalkan operasi.

Hingga tahun 2025, sektor e-commerce Indonesia diproyeksikan tumbuh dengan CAGR 17% dan nilai GMV mencapai US$95 miliar.

Setelah bertahun-tahun mengalami akselerasi, pertumbuhan penggunaan teknologi digital kini berangsur normal, dengan kalangan mampu dan kaum muda yang melek teknologi di perkotaan menjadi pengguna terbesar layanan digital.

“Mayoritas pemain digital mengalihkan prioritasnya dari akuisisi pelanggan baru ke menciptakan engagement yang lebih dalam dengan pelanggan yang sudah ada,” kata Randy. 

E-commerce, transportasi, dan pesan-antar makanan adalah tiga layanan digital teratas di Indonesia dengan tingkat penggunaan yang hampir merata di kalangan pengguna digital perkotaan.

  • Transportasi dan pesan antar makanan diproyeksikan mencapai GMV US$ 8 miliar pada tahun 2022 dan terus tumbuh dengan CAGR 22% menjadi GMV US$15 miliar hingga tahun 2025.
  • Pertumbuhan permintaan berangsur normal karena makin banyak orang yang kembali pergi ke restoran. Orang-orang yang bertahap kembali bekerja di kantor, naiknya aktivitas belanja di toko fisik, dan bangkitnya pariwisata mendorong sektor Transportasi untuk perlahan pulih dari titik terendah ketika karantina wilayah diberlakukan. 
  • Perjalanan online telah kembali dengan pertumbuhan 60% dari tahun ke tahun (YoY) mencapai US$3 miliar pada tahun 2022. Proses pemulihan mungkin terjadi secara bertahap dan sektor ini diperkirakan tumbuh pada CAGR 45% dengan GMV mencapai US$10 miliar hingga tahun 2025.
  • Media online diproyeksikan mencapai GMV US$6 miliar pada tahun 2022, dengan pertumbuhan YoY agak datar sebesar 5% sejak puncak pandemi tahun lalu. Streaming musik dan video berangsur pulih, iklan digital berhasil mempertahankan momentum, dan konsumsi di sektor game online mengalami penurunan seiring orang-orang kembali ke rutinitas pra-pandemi.
  • Layanan keuangan digital tumbuh karena adanya pergeseran perilaku offline-ke-online pasca-pandemi. Pada tahun 2022, Gross Total Value(GTV) pembayaran digital di Indonesia diperkirakan mencapai US$266 miliar dan terus tumbuh sebesar 17% mencapai GTV US$421 miliar hingga tahun 2025.

Baca juga: Google, Temasek dan Bain & Company Sebut, Ekonomi Digital Indonesia Menjadi US$ 146 Miliar

Indonesia tetap menjadi tempat menarik untuk investasi teknologi

Pada tahun 2022, Singapura dan Indonesia menjadi dua tujuan investasi teratas di Asia Tenggara. Indonesia menarik 25% dari total nilai pendanaan swasta di kawasan ini dan dalam jangka panjang tetap menarik bagi investor bersama dengan Vietnam dan Filipina. Namun, mengingat adanya hambatan ekonomi makro, nilai transaksi pada Semester 1 2022 turun US$2 miliar YoY akibat adanya kekhawatiran seputar profitabilitas dan valuasi.

  • Layanan keuangan digital (terutama yang berfokus pada pembayaran B2B dan layanan pinjaman) telah menggantikan sektor e-commerce sebagai sektor investasi teratas dengan nilai US$1,5 miliar pada Semester 1 2022.
  • Di seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia, lebih dari 80% Pemodal Ventura (VC) ingin lebih berfokus pada sektor-sektor baru seperti teknologi kesehatan (health tech), SaaS, dan Web 3.0, sementara sektor teknologi pendidikan (ed tech) mengalami penurunan pasca-pandemi seiring dibukanya kembali sekolah-sekolah.

“Ekonomi digital Indonesia akan terus menarik minat investasi karena fundamentalnya yang kuat, seperti memiliki basis pengguna yang sangat aktif dalam jumlah besar dan ekosistem startup teknologi yang dinamis,” kata Fock Wai Hoong, Deput Head, Technology & Consumer and Southeast Asia, Temasek. 

Menurutnya, bekerja sama dengan sektor bisnis, pemerintah, dan masyarakat, Temasek berkomitmen menggunakan modal katalis untuk memacu pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif dalam ekonomi digital Asia Tenggara. 

Ekonomi digital dapat berperan positif dalam menerapkan kebiasaan yang lebih berkelanjutan dengan meningkatkan kesadaran di antara konsumen, bisnis, investor, dan pemerintah. Emisi dan sumber daya menjadi isu lingkungan terpanas saat ini.

Riset menunjukkan bahwa ada “kesenjangan antara ucapan dan tindakan” (say-do gap) antara niat yang dinyatakan konsumen dan perilaku pembelian yang sesungguhnya.

Di antara orang Indonesia yang menjadi responden survei, 48% mengatakan, mereka bersedia membelanjakan uangnya 5% lebih banyak untuk produk dan layanan yang lebih berkelanjutan, dan 40% responden mengatakan bahwa keberlanjutan adalah kriteria utama saat membeli makanan kemasan. 

Namun, hanya 4% yang benar-benar mewujudkan niatnya tersebut. Penyebab, banyaknya hambatan di sepanjang perjalanan pembelian, termasuk kurangnya informasi, kepercayaan, dan pilihan produk yang berkelanjutan di Indonesia.

Ekonomi digital Indonesia tetap menjadi yang terbesar dan paling beragam se-Asia Tenggara. Penyedia layanan digital harus mengimbangi permintaan konsumen yang kuat melalui keterlibatan yang bermakna dengan berbagai demografi pengguna, dan dengan demikian dapat mendorong partisipasi yang lebih dalam untuk ekonomi internet. 

“Kunci mempertahankan momentum positif ini adalah dengan mendorong usaha kecil menengah (UKM) berakselerasi menuju pertumbuhan berikutnya, terutama dengan memperdalam adopsi digital UKM di seluruh SaaS dan alat keuangan,” kata Aadarsh Baijal, Partner and Head of Digital Practice in Southeast Asia, Bain & Company. (kai)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER