Kamis, 28 Maret 2024
FINTECHNESIA.COM |

Awas, Jangan Sembarangan Menyetujui Penggunaan Data Pribadi

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Keamanan dan kerahasiaan data pribadi harga mati. Berbagai isu menjadi pemantik hangatnya diskusi terkait persoalan perlindungan data pribadi. 

Mulai dari kebocoran data yang terjadi di berbagai institusi, maraknya jual beli data melalui situs online, hingga tumpang tindihnya ketentuan yang ada. 

Yosea Iskandar, Head of Legal & Corporate Secretary Bank DBS Indonesia menyoroti tantangan perlindungan data pribadi, khususnya di sektor perbankan. Undang-undang No. 27 Tahun 2022 menjamin hak dasar warga negara terkait Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) 

Yosea berpandangan, kunci tercapainya tujuan utama dari UU tersebut adalah pemahaman yang tepat dari industri, pelaku usaha, dan masyarakat itu sendiri.

Berbagai kasus yang terjadi mengindikasikan kurangnya pemahaman sebagian besar anggota masyarakat akan dampak penyalahgunaan data pribadi. Yosea mengilustrasikan kasus penipuan pinjaman online (pinjol) ilegal.

Korban mendapati sejumlah uang masuk ke rekeningnya. Lalu diminta untuk mengembalikan uang tersebut beserta bunga yang mencekik leher. 

Padahal korban merasa tidak pernah mengajukan pinjaman tersebut. San mengaku pernah meminjam ke operator pinjol ilegal lain namun sudah dibayar lunas. 

Jadi kemungkinan besar data-data pribadi korban telah dimanfaatkan oleh pinjol ilegal untuk memberikan pinjaman tanpa sepengetahuannya. 

Baca Juga: Startup Otomotif, Broom Dapat Fasilitas Kredit Rp 100 Miliar dari Bank DBS Indonesia 

Yosea menjelaskan, peminjam secara legal formal memberikan persetujuan kepada pihak pinjol ilegal untuk memanfaatkan data pribadinya untuk mengajukan pinjaman. Tapi, peminjam belum tentu menyadari luas cakupan persetujuannya. 

Oleh karena itu, Yosea mengimbau konsumen memperhitungkan dampak di kemudian hari sebelum memberikan persetujuan terkait penggunaan data pribadi. Ketika nama dan nomor telepon yang bocor ke pihak yang tidak bertanggung jawab, mungkin informasi tersebut hanya dapat digunakan untuk menawarkan produk ilegal seperti judi online. 

Tapi jika tak berhati-hati dalam memanfaatkan media sosial, aplikasi belanja, dan penelusuran internet, berbagai data lain bisa bertebaran di mana-mana. Alhasil, ketika nama, nomor telepon, dan nomor kartu kredit bocor, para pelaku kriminal bisa memanfaatkannya untuk melakukan penipuan kartu kredit. 

“Ketika informasi yang bocor masih sedikit, mungkin kita sama sekali tidak sadar atau tidak merasakan. Namun, semakin banyak informasi yang bocor, semakin besar tingkat risiko yang kita hadapi. Bukan hanya bagi kita, bahkan bagi keluarga kita,” jelas Yosea Iskandar, pekan lalu. 

Bagi sektor perbankan, konsep dan ketentuan i perlindungan data pribadi bukanlah hal baru. Demikian pula dengan kewajiban bank memperoleh persetujuan nasabah dalam mengumpulkan dan memanfaatkan data pribadi nasabah.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan Konsumen Dan Masyarakat Di Sektor Jasa Keuangan rertulis larangan bagi pelaku usaha jasa keuangan memberikan data dan/atau informasi pribadi mengenai konsumen kepada pihak lain. Pengecualian jika sudah ada pemahaman antar pihak, maka dinyatakan sah menurut UU PDP. 

Baca Juga: Gandeng DBS Indonesia, Krakakoa Bangkitkan Industri Cokelat Tanah Air

Pasal 11 ayat 4 dari POJK No. 6 Tahun 2022 mewajibkan pelaku usaha untuk menyampaikan secara tertulis dan/atau lisan mengenai tujuan dan konsekuensi dari persetujuan pemberian informasi pribadi konsumen. Selain itu, POJK 6 dan POJK 11 juga mencantumkan sanksi administratif jika pelaku usaha termasuk bank lalai dalam melaksanakan kewajibannya. 

Sanksi dapat berupa peringatan tertulis dengan denda, ganti rugi kepada konsumen, pembatasan atau pembekuan produk/layanan/kegiatan usaha, larangan untuk menerbitkan produk bank baru, pembekuan kegiatan usaha tertentu, penurunan penilaian faktor tata kelola dalam penilaian tingkat kesehatan bank, hingga pencabutan izin produk/layanan dan izin usaha.

Yosea menjelaskan, konsumen memiliki hak mendapatkan informasi tentang kejelasan identitas, dasar kepentingan hukum, dan akuntabilitas pihak pelaku usaha yang meminta sebagai bahan pertimbangan sebelum memberikan persetujuan.

Bank DBS Indonesia selalu memprioritaskan perlindungan data nasabah. Bank DBS Indonesia melalui digibank by DBS selalu berusaha memudahkan aktivitas perbankan nasabah melalui berbagai inovasi teknologi dengan tetap mengutamakan keamanan data. 

Salah satu teknologi yang digunakan mencakup proses Know Your Customer (KYC). roses ini memanfaatkan fitur face recognition yang terintegrasi langsung dengan Dukcapil untuk memastikan keaslian data nasabah yang digunakan untuk membuka rekening. 

Selain itu, terdapat fitur lainnya seperti penerapan prinsip two factor authentication (2FA) dengan fitur soft token untuk perlindungan yang lebih aman dari One-Time Password (OTP). Bank DBS Indonesia juga terus berperan serta dalam mengedukasi nasabah terkait risiko-risiko yang ada dalam aplikasi perbankan digital.

Head of Digital Banking Bank DBS Indonesia, Erline Diani mengatakan, pihaknya memprioritaskan keamanan data nasabah dengan menjaga keamanan sistem, memproses data sesuai kebijakan yang berlaku. Serta menerapkan mitigasi risiko yang baik. (kai)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER