Sabtu, 13 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Fintech Siap Mendukung Rencana Digitalisasi Bansos

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Bantuan sosial (bansos) menjadi salah salah satu penahan kala pandemi. Maka, Indonesia Fintech Society (IFSoc) mendukung upaya pemerintah mendigitalisasi lbansos.

Tujuannya agar penyaluran lebih transparan. Juga menghapus masalah perantara (middleman issue), mencegah kerumunan, dan tepat sasaran.

Terkait digitalisasi bansos, ada tiga aspek yang harus menjadi perhatian pemerintah. Yaitu perbaikan regulasi, perbaikan tata kelola penyaluran melalui digitalisasi (platform), dan tantangan pengelolaan data

Ketua IFSoc, Mirza Adityaswara berpandangan, sudah saatnya mengkaji ulang Peraturan Presiden No. 63/2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai. Dengan mempertimbangkan terdapat alternatif penyaluran bansos sebagai antisipasi perkembangan teknologi serta kebutuhan masyarakat penerima manfaat.

Kondisi dunia sedang terpacu untuk menerapkan teknologi digital di berbagai bidang. “Di Indonesia sendiri platform digital untuk bansos sudah siap. Tergantung kemauan dan payung hukum yang sayangnya saat ini masih mempersempit ruang digital yang bisa dijalankan,” kata Mirza, Rabu (10/3).

Ekonom CORE sekaligus anggota Steering Committee IFSoc, Hendri Saparini menjelaskan, digitalisasi bansos bukan menggantikan penyaluran bansos melalui bank. Namun sebagai alternatif tambahan saling melengkapi.

Digitalisasi bansos dapat menghilangkan middlemen issue, inefisiensi, dan berbagai distorsi yang selama ini terjadi, melalui pemanfaatan teknologi. “Pemerintah perlu memiliki sebuah platform tersentral dan terintegrasi yang dibangun secara gotong-royong oleh pemerintah dan fintech,” katanya.

Bansos menggunakan kartu ada batasan. Harus menyiapkan kartu dan mesin EDC (electronic data capture) yang mahal. Opsi distribusi bansos tanpa kartu, atau cardless dengan menggunakan telepon seluler menjadi salah satu alternatif.

Misalnya menggunakan SMS. Data transaksi para penerima bansos pun dapat digunakan sebagai credit scoring dalam pengajuan kredit produktif. “Dengan begitu digitalisasi bansos akan menjamin aspek governance, meningkatkan transparansi, efisiensi waktu, serta biaya,” kata Hendri Saparini.

Pemerintah tidak perlu membangun sistem baru untuk digitalisasi bansos. Tapi dapat bersinergi dengan mengoptimalkan infrastruktur setiap Kementerian dan Lembaga. Sehingga lebih efisien dan menghapus gap yang ada saat ini.

Pemerintah dapat mereplikasi platform kartu Prakerja yang telah berhasil menghilangkan middlemen issue (perantara), inefisiensi, dan distorsi lainnya. Program Prakerja juga telah membawa dampak positif. Seperti mendorong masyarakat untuk memiliki rekening bank ataupun dompet digital, kecepatan dan ketepatan distribusi insentif di hari yang sama, dan dapat menghindari kerumunan saat distribusi bantuan. 

Sebelum memulai digitalisasi bansos, IFSoc menyarankan membangun Pusat Informasi Data Bansos sebagai upaya membenahi data bansos dan memperbaiki Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Pembaruan DTKS dapat menggandeng BPS, pemerintah daerah (pemda) dan universitas untuk mengumpulkan data di masa mendatang. Pembaruan DTKS dapat juga diberikan opsi untuk pendaftaran mandiri (self-registration) yang kemudian diverifikasi oleh pemda.

IFSoc juga mendukung upaya Kementerian Sosial yang saat ini sedang mengembangkan Sistem Aplikasi Data Perbelanjaan (SADAP) berbasis barcode. Untuk melihat data realisasi program sembako secara real time, akuntabel, transparan, dan konsisten. IFSoc mengusulkan agar pemerintah juga dapat mengeksplorasi pemanfaatan skema dan teknologi e-voucher dan e-kupon yang saat ini sudah digunakan di fintech. (eko)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER