FinTechnesia.com | Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai respons terhadap krisis Gaza pada November 2023, telah mencapai tingkat kesadaran signifikan di kalangan masyarakat Indonesia. Riset Populix menemukan, 65% responden muslim menyatakan kepatuhan mereka terhadap Fatwa MUI No. 83 tentang hukum dukungan untuk perjuangan Palestina ini.
Pasca eskalasi terkini konflik Gaza, gerakan global untuk memboikot produk sebagai bentuk protes terhadap dampak hilangnya nyawa manusia telah mendapatkan momentum. Gerakan boikot ini mendapatkan dukungan luas di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Responden menyatakan, motivasi utama di balik niat untuk patuh terhadap fatwa tersebut adalah untuk menunjukkan solidaritas dengan Palestina. Juga mengekspresikan respons terhadap isu kemanusiaan, serta sebagai bentuk protes terhadap agresi militer Israel.
Menurut hasil studi Populix yang berjudul “Understanding Public Sentiment on the Boycotts Movement Amid the Palestine-Israel Dispute”, keberadaan Fatwa MUI ini sudah mencapai tingkat kesadaran yang tinggi hingga mencapai 94% di kalangan masyarakat Indonesia. Baik di kalangan masyarakat muslim maupun non-muslim.
Baca juga: Transaksi 60 Brand Melorot, Efek Boikot Produk Pendukung Israel
“Bahkan, responden non-Muslim pun menyatakan dukungan mereka atas boikot. Hal ini mungkin terjadi karena isu ini adalah isu kemanusiaan yang tidak mengenal sekat agama,” ujar Vivi Zabkie, Head of Social Research Populix, Rabu (21/2).
Di sisi lain, dampak dari gerakan boikot ini sudah mulai dirasakan oleh perusahaan dan juga merek yang dikaitkan mempunyai afiliasi dengan Israel. Pada kuartal-IV 2023, McDonald’s menghadapi penurunan total pendapatan secara global sebesar 4% dibandingkan kuartal sebelumnya. Salah satu waralaba restoran terbesar di dunia ini menjadi salah satu target dari gerakan boikot.
Menilik lebih spesifik pada pasar Indonesia, penurunan penjualan cukup signifikan terjadi pada merek-merek yang berada di bawah naungan Unilever. Pada kuartal-IV 2023, pendapatan Unilever tercatat turun hingga 20% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Selain pada sisi pendapatan, terjadi juga penurunan pada harga saham yang dialami perusahaan pemegang merek yang terkena dampak boikot seperti Starbucks yang turun hingga 12% pasca gerakan ini.
Meskipun sebagian besar responden muslim menyatakan setuju dengan fatwa dan berkomitmen untuk patuh, fatwa ini tapi tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin dari 26% responden yang masih ragu-ragu terkait kepatuhan terhadap fatwa tersebut.
Responden yang masih ragu-ragu mengungkapkan ketidakpastian mereka tentang implikasi praktis dari boikot dan merasa kurang terinformasi untuk membuat keputusan saat ini.
Sementara itu, terdapat juga 9% responden yang menentang fatwa. Responden menunjukan penolakan mereka karena kurang yakin terhadap efektivitas boikot untuk mengatasi isu sosial dan politik, serta mengekspresikan keinginan untuk memiliki otonomi dalam pemilihan produk.
Dinamika ini mencerminkan pandangan masyarakat terhadap isu Palestina-Israel dan menunjukkan bahwa ada berbagai pandangan yang perlu dipahami lebih lanjut. (nin)