Kamis, 25 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Saatnya Menguatkan Fondasi Fintech dan Ekonomi Digital  

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Geliat ekonomi global pasca pandemi telah mendorong transformasi fundamental di berbagai sektor ekonomi digital.  Indonesia Fintech Society (IFSOC). mencatat, tujuh hal yang perlu dicermati dalam lanskap fintech dan perkembangan ekonomi digital sepanjang tahun 2022.

Pertama, kemajuan dalam pelindungan data pribadi di Indonesia setelah pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Penerbitan UU PDP diharapkan dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum dalam pemrosesan data pribadi, serta membangun kepercayaan publik pada layanan digital. 

Ketua Steering Committee IFSOC, Rudiantara menyampaikan, pengaturan pelaksana UU PDP harus mengedepankan aspek tingkat kepatuhan bagi pihak yang memproses data pribadi. Rudiantara juga menyoroti Lembaga Penyelenggara Data Pribadi, harus mampu mengawal implementasi UU PDP dengan skema pengawasan yang mendorong kepatuhan pengendali data.

“Penyusunan peraturan turunan UU PDP ke depan harus diarahkan untuk meningkatkan mitigasi dan kepatuhan pelindungan data pribadi dibandingkan dengan hanya berfokus pada pemberian sanksi” tegas Rudiantara.

Kedua, QRIS Antarnegara menjembatani UMKM dengan wisatawan mancanegara. Bank Indonesia (BI) terus melakukan perluasan inovasi QRIS yang merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025≥ Inisiatif ini sudah diimplementasikan bersama Thailand, dan akan diperluas dengan beberapa negara lainnya di ASEAN. 

Inisiatif ini menggunakan skema local currency settlement (LCS). Transaksi antarnegara tidak lagi bergantung terhadap kurs dollar Amerika Serikat (AS). 

Steering Committee IFSOC, Dyah N.K Makhijani menyatakan, inisiatif QRIS Antarnegara berpotensi mendorong sektor pariwisata dari aspek sistem pembayaran, dengan menghubungkan UMKM dan ekonomi kreatif dengan sekitar 6,2 juta wisata mancanegara ASEAN yang datang ke Indonesia.

Ketiga, terbukanya peluang kolaborasi yang lebih luas antara bank dan fintech. Kolaborasi penyaluran dana perbankan melalui fintech lending terus meningkat dan mendominasi selama tahun 2022. 

“Kemudahan sinergi antara bank dengan fintech yang diharapkan akan membuka peluang kolaborasi lebih luas dan meningkatkan penetrasi layanan keuangan ke seluruh segmen masyarakat” tambah Dyah, yang merupakan mantan Asisten Gubernur BI tersebut.

Baca juga: IFSOC: UU P2SK Membawa Indonesia ke Era Baru Sektor Keuangan Digital

Keempat, upaya kolaboratif berhasil meningkatkan trust terhadap fintechlending. Penyaluran P2P lending terus bertumbuh hingga mencapai Rp 18,7 triliun pada bulan Oktober 2022. Di sisi lain, penurunan signifikan pinjol ilegal yang ditutup mengindikasikan semakin kuatnya upaya pencegahan aktivitas pinjol ilegal di Indonesia. 

Ekonomi senior sekaligus Steering Committee IFSOC, Hendri Saparini menyoroti terkait peningkatan kredit tidak lancar dan kredit macet, Hendri Saparini menekankan perlunya penguatan manajemen risiko untuk menjaga kualitas pinjaman.

“Kolaborasi lebih dalam di area peningkatan kualitas risiko kredit dan peningkatan literasi masyarakat perlu didorong secara masif, misalnya dengan sektor jasa keuangan lain. seperti BPR dan BPD” ujarnya.

Kelima, industri startup Indonesia masuk ke babak baru. Meskipun nilai pendanaan startup fintech di Indonesia meningkat 8,4% pada tahun 2022, tapi tetapi jumlah deals menurun 28% (UOB, 2022). 

“Ekosistem startup fintech mengalami transformasi yang mendorong penyesuaian terhadap model bisnis yang commercially viable. Perubahan ini mendorong iklim persaingan perusahaan fintech startup menjadi lebih sehat dan inovatif” kata Hendri.

Keenam, edukasi dan penindakan tegas kunci dalam memberantas investasi ilegal. Praktik investasi ilegal masih menjadi tantangan serius dalam pengembangan sektor keuangan digital di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Satgas Waspada Investasi (SWI) sepanjang tahun 2022, total kerugian akibat praktik investasi ilegal mencapai Rp109 triliun, atau meningkat 44 kali dari total tahun sebelumnya. 

Steering Committee IFSOC, Tirta Segara, menyampaikan bahwa di sektor keuangan nasional, terdapat ruang rentan sebagai akibat masih lebarnya jurang inklusi dan literasi keuangan di Indonesia. 

“Di bidang pengawasan, koordinasi antar otoritas serta lembaga perlu terus dijaga, dan kolaborasi dengan industri perlu terus didorong untuk edukasi secara masif, termasuk dengan memanfaatkan teknologi informasi” ujar Tirta yang merupakan Anggota Dewan Komisioner OJK 2017-2022 tersebut.

Ketujuh, UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) hadir sebagai payung hukum pengembangan fintech. IFSOC berpandangan bahwa penerbitan UU ini menjawab permasalahan relevansi regulasi di sektor keuangan sebagai dampak perkembangan teknologi. (alo)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER