Senin, 29 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Awas, Digitalisasi Marak, Penjahat Siber Incar Industri Jasa Keuangan

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Perusahaan teknologi global identitas digital, GBG, yang membantu berbagai perusahaan mencegah fraud, merilis 4 hal terkait tindak kejahatan dan penipuan finansial digital.

Inj diprediksikan akan berkembang dalam industri perbankan dan jasa keuangan di tahun 2022.

Menurut studi IDC dan GBG tentang Next Gen Financial Crime Management Solution, kejahatan identitas dan pencucian uang akan terus menjadi ancaman bagi industri. Sementara meningkatnya perdagangan mata uang kripto berpotensi meningkatkan risiko penipuan di pasar tersebut.

  1. Tindak penipuan akan tumbuh dalam wujud teknologi canggih maupun rendah

Kejahatan Keuangan 4.0 terus tumbuh di tahun 2022. Terutama dengan semakin banyaknya bank dan layanan keuangan yang merilis produk/layanan digital baru. Sseperti pertukaran kripto dan penawaran pinjaman. 

Semakin banyaknya layanan keuangan yang masuk ke platform digital membuat para pelaku kejahatan finansial menyatukan diri mereka ke dalam lingkaran penipuan global yang kompleks.  

Mereka saling berbagi intelijen dalam ekosistem yang saling terhubung. Seperti amulusnya mengkoordinasikan kejahatan identitas, pencucian uang, dan kampanye rekayasa siber.   

Secara bersamaan, saat taktik digital mereka sudah lebih canggih. Pelaku kejahatan finansial juga diperkirakan akan menggandakan jumlah tenaga kerja mereka. 

Selain itu, meningkatnya keterampilan rekayasa sosial. Contohnya kasus penipu yang berpura-pura menjadi penasihat keuangan di Australia.

2. Bank dan lembaga keuangan mengandalkan perluasan dan peningkatan data Gina mengatasi semakin canggihnya kejahatan keuangan

Pembelajaran mesin (machine learning) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence) akan terus menjadi teknologi utama. Menurut studi IDC, 48,9% bank dan lembaga keuangan mempertimbangkan machine learningtidak tersupervisi sebagai fungsi yang penting.

Sumber data yang semakin luas ini memungkinkan bank dan lembaga keuangan memperkuat lini pertahanan mereka terhadap penipu yang meluncurkan serangan dari banyak saluran digital. Termasuk situs web, panggilan teks, email, dan aplikasi seluler.

3. Bank dan lembaga keuangan lebih memilih membeli dan menyewa sistem manajemen kejahatan keuangan dibanding membangun sendiri

Studi IDC menemukan, 76,8% bank dan lembaga keuangan lebih memilih membeli solusi manajemen kejahatan finansial atau memanfaatkan jasa dari penyedia solusi untuk memerangi sumber penipuan di masa depan. Meningkat dari 63% pada saat ini.

Bank dan lembaga keuangan semakin melihat penyedia solusi manajemen kejahatan finansial sebagai mitra konsultatif. Dan mempercayai mereka untuk menyediakan tinjauan sistem berkala.

Sangat penting bagi bank dan lembaga keuanganmemilih vendor yang memiliki alat lengkap dan tenaga subjek ahli serta kapabilitas yang melingkupi seluruh tahapan.

4. Pengguna cloud publik meningkat di kalangan bank dan kembaga Keuangan di Asia Pasifik dan Indonesia

Migrasi ke layanan cloud juga akan menjadi tren. Mmelihat 68% dari bank dan layanan keuangan yang saat ini menggunakan solusi lokal yang dikelola oleh tim TI internal diprediksi untuk beralih ke solusi berbasis cloud di 2022 menurut studi IDC. 

Pergeseran ke cloud merupakan langkah besar bagi bank dan lembaga keuangan.

Saat beralih ke platfom berbasis cloud, bank dan lembaga keuangan harus mempertimbangkan fungsi seperti memory streaming real-time 

membantu mereka memproses dan menganalisa transaksi dengan cepat, juga pemanfaatan berbagai teknologi peningkatan privasi guna memungkinkan pertukaran data tanpa harus mengorbankan identitas pribadi. 

Dev Dhiman, Managing Director, APAC at GBG menjelaskan, bank dan Lembaga keuangan perlu mempertimbangkan strategi investasi manajemen kejahatan keuangan dengan lebih berhati-hati. (eko)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER