Sabtu, 11 Mei 2024
FINTECHNESIA.COM |

BI Naikkan Suku Bunga, Begini Strategi Berinvestasi di Saham dan Obligasi

BACA JUGA




FinTechnesia.com | PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), menyampaikan pandangannya pasca kenaikan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25% di 25 April 2024.

Kenaikan ini sedikit di luar perkiraan pasar. Pemicnya, kondisi global yaitu kondisi perekonomian di Amerika Serikat (AS) dan ketegangan yang terjadi di Timur Tengah, antara Iran dan Israel. Meskipun begitu, masih ada peluang bagi investor dari pasar obligasi, terutama di obligasi tenor pendek.

Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist MAMI mengatakan, ada dua hal yang melatarbelakangi kenaikan BI Rate di pekan ini. Pertama, kondisi perekonomian di AS. Data-data perekonomian AS menunjukkan inflasi yang masih tinggi, pertumbuhan sektor tenaga kerja yang masih solid, dan kuatnya penjualan ritel.

Walhasil, Bank Sentral AS alias The Fed harus menunggu sedikit lebih lama, sampai data-data ekonomi benar-benar menunjang pemangkasan suku bunga. Hal lain adalah kondisi geopolitik di Timur Tengah yang dipicu ketegangan antara Iran dan Israel. Jika terus tereskalasi, dapat meningkatkan potensi inflasi global lewat kenaikan harga minyak dunia, walaupun memang sampai saat ini kedua pihak saling menahan diri.

“Dua penyebab utama ini yang menyebabkan mata uang dolar AS menguat terhadap mata uang lain di dunia, termasuk Indonesia. Melemahnya rupiah membuat membuat Bank Indonesia (BI) mengambil langkah preemptif dengan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6,25%,” terang Katarina, Jumat (26/4).

Baca juga : Rupiah Dalam Tren Melemah, BI Naikkan Bunga Acuan 25 Basis Poin Menjadi 6,25%

Menurut Katarina, BI memiliki beragam instrumen untuk mengupayakan penguatan nilai tukar rupiah. Seperti intervensi langsung di pasar, menghimpun dana melalui Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI) aktif di pasar non-deliverable forward (NDF) dan mengeluarkan kebijakan makro prudensial. 

“Pada akhirnya, saat ini menaikkan suku bunga acuan dipandang efektif dan perlu. Tahun ini, suku bunga acuan BI Rate diperkirakan masih di kisaran 5,75% – 6,25%. Adapun nilai rupiah di kisaran Rp15.400 – 16.000 per dolar AS,” kata Katarina.

Dampak BI rate pasti ada, seperti pertumbuhan kredit akan sedikit mengerem. Sisi positifnya, rupiah akan lebih terjaga sehingga angka inflasi juga akan terjaga di level 3,2% – 3,3% hingga akhir tahun.

” Selain itu, defisit neraca transaksi berjalan tidak mudah tergerus dan defisit APBN lebih terjaga. Ini menjadi tindakan yang tepat dari BI untuk lebih forward thinking menghadapi dinamika perekonomian global,” papar Katarina.

Saat ini pasar finansial masih cenderung volatil, terutama dalam jangka pendek. Meskipun begitu, masih ada peluang yang bisa diambil investor di pasar saham ataupun pasar obligasi.

Di pasar saham, manajer investasi dapat memanfaatkan peluang di sektor-sektor yang pendapatannya dalam mata uang dolar AS dan perusahaan dengan utang yang lebih terbatas. Sementara untuk pasar obligasi, sesudah sebelumnya tergerus karena faktor ketidakpastian The Fed.

Asing sendiri sudah banyak yang keluar dari pasar Indonesia. Dan aat ini imbal hasil pasar obligasi sedang mengalami kenaikan yang cukup signifikan.Menurut Katarina, investor bisa mencermati peluang di obligasi tenor pendek alias tahun yang mencatat kenaikan imbal hasil paling lebar di antara tenor-tenor lain. (alo)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER