Jumat, 3 Mei 2024
FINTECHNESIA.COM |

Kaspersky Ungkap Peluang dan Risiko Keamanan Siber dari Metaverse

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Semakin banyak merek berusaha menaklukkan metaverse. Mereka menggunakan berbagai format integrasi.

Misalnya, Gucci menciptakan dunianya sendiri di metaverse sandbox. Merek mewah ini telah mengumumkan, mereka akan membeli tanah virtual di The Sandbox untuk mulai membangun dunianya di platform.

Pada saat yang sama, restoran non fungible token (NFT) pertama, the Flyfish Club, dibuka di New York. Pelanggan harus membeli kartu keanggotaan NFT untuk masuk.

Jumlah tempat di klub terbatas, pemilik telah mengeluarkan 2.700 token. Menyediakan entri untuk anggota reguler dan 385 token untuk tamu tingkat atas.

Keanggotaan permanen akan dikenakan biaya sebesar 2,5 ethereum. Atau sedikit di atas US$ 8,000. Para ara tamu dapat mengakses bar koktail, restoran, dan acara pribadi.

Dan Neary, Wakil Presiden Meta di Asia Pasifik mencatat, lebih terasa di Asia Pasifik daripada di tempat lain Ia berbicara mengenai kecepatan di mana banyak industri, telah beradaptasi dengan hal-hal seperti seluler atau perpesanan.

SoftBank Group Corp. menginvestasikan sebesar US$150 juta dalam platform metaverse Korea Selatan yang telah mengumpulkan banyak pengguna wanita muda dengan menjual item high-fashion untuk avatar 3D.

Menurut perkiraan VR dan AR PWC, teknologi ini dapat berdampak pada 23 juta pekerjaan pada tahun 2030. Pada gilirannya, dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi sebesar US$ 1,92 triliun. Salah satu alasannya, teknologi metaverse dapat meminimalkan kesenjangan antara teori dan praktik.

Metaverse dapat berguna bagi pengguna akhir untuk bermain dan menghabiskan waktu di ruang virtual. Pada saat yang sama, bisnis juga dapat memperoleh manfaat dari penggunaan ruang digital.

Salah satu opsi yang paling jelas adalah meningkatkan pengalaman pelatihan dan edukasi bagi karyawan. Metaverses dan teknologi imersif dapat mempercepat e-skill perusahaan dan lain.

Metaverse memberikan pengalaman belajar interaktif baru dalam VR, AR, dan mixed reality yang memungkinkan orang untuk belajar lebih cepat, menyimpan informasi dengan lebih baik, dan menikmati prosesnya.

Menurut perkiraan Aimprosoft, beberapa tahun ke depan, pasar e-learning diperkirakan akan tumbuh secara signifikan. Dari US$ 185,26 miliar pada tahun 2020 menjadi US$ 388,23 miliar pada tahun 2026.

Semua kompleksitas terkait teknologi baru ini membuat banyak orang bertanya-tanya apakah ada implikasi keamanan siber dan privasi. Namun, kita dapat memandang dengan perspektif yang sama.

Pengguna kemungkinan masih memiliki isu terkait pengambilalihan akun, yang dapat menyebabkan pencurian identitas dan penipuan. Masih dengan cara yang sama seperti penjahat siber memperoleh akses ke korespondensi pribadi atau perusahaan Anda jika mereka meretas akun email Anda melalui phishing, malware, atau isian kredensial.

Ditambah mereka juga bisa mendapatkan akses ke data pribadi yang disimpan di platform metaverse pilihan Anda. Dari perspektif perusahaan, ini masih berarti bahwa manusia adalah mata rantai terlemah dalam hal keamanan siber.

Salah satu janji metaverse adalah interoperabilitas. Misalnya, rumah yang Anda beli di Decentraland dan sepasang sepatu kets virtual mewah dari OpenSea akan dapat diakses di semua platform. Termasuk yang Anda gunakan untuk pergi bekerja di kantor virtual Anda.

Ini menciptakan satu titik celah dan memberi tekanan yang lebih terhadap kebutuhan lebih besar dalam melindungi akun Anda.

Masalah lain adalah bahwa interoperabilitas ini dapat didasarkan pada blockchain, seperti ethereum. Ini menempatkan lebih banyak tanggung jawab pada pengguna akhir untuk menjaga identitas dan properti digital mereka tetap aman.

Blockchain tidak memiliki otoritas pusat. Ini berarti jika avatar NFT mewah Anda dicuri, platform tidak dapat membantu Anda.  Menautkan identitas (dan akses ke data pribadi) ke dompet blockchain, yang sekaligus tempat penyimpanan uang dan properti digital Anda, berarti penjahat dunia maya akan lebih bersemangat untuk mengaksesnya. 

“Mereka yang operasinya melibatkan penanganan data pribadi atau informasi rahasia mungkin ingin terus mengandalkan solusi lokal dan enggan mengekspos identitas karyawan mereka di blockchain,” terang Sandra Lee, Managing Director Asia Pasifik di Kaspersky, Jumat (1/4). (eko)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER