Rabu, 24 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Pascapandemi, Begini Gambaran Pertumbuhan Perdagangan Digital

BACA JUGA




Fintechnesia | Kawasan Asia Pasifik menjadi wilayah dengan pertumbuhan perdagangan digitial yang pesat dan sebagai pusat perdagangan elektronik.

Di kawasan Asia Pasifik menjadi rumah bagi banyak perusahaan rintisan atau startup dengan status unicorn.

Termasuk perusahaan-perusahaan online inovatif dengan menggunakan cara baru dan kreatif untuk orang berbelanja, dan mendirikan perusahaan yang berinvestasi dalam peluang bisnis digital yang beragam dengan ide-ide menarik.

Ternyata dibalik pandemi Covid-19, justru mempercepat pertumbuhaan perdagangan digital di Asia Pasifik, baik penjualan maupun pembeli.

Baca juga: Hore, Perusahaan Siap Memberikan Kenaikan Gaji di Tahun 2023

Tidak hanya penjual perorangan yang meningkat, tetapi penjualan dengan merek atau brand besar juga ikut terdongkrak.

Pandemi pada saat itu membuat kebijakan semua kawasan dan negara melakukan pembatasan aktivitas bahkan hingga lockdown.

Efek pada digital terjadi peningkatan pembelian online melaluli situs dan aplikasi di seluruh wilayah.

Tren ini akan mengarah pada investasi yang lebih besar dalam bisnis digital, terutama di kawasan Asia Tenggara, di mana volume investasi telah meningkat sekitar 11 kali lipat.

Baca juga: Mengenal Crypto Blue Chip dalam Aset Kripto

Sementara bisnis digital akan tetap ada dan telah menjadi bagian penting dari kesuksesan bisnis, ada sejumlah faktor ekonomi makro yang dapat menghadirkan tantangan signifikan terhadap kinerja bisnis digital.

Inflasi, perang di Eropa dan penundaan rantai pasokan membuat bisnis menjadi sulit.

Dengan meningkatnya ketidakpastian tentang potensi perubahan perilaku pelanggan karena pembatasan dilonggarkan selama pandemi, banyak bisnis digital menilai kembali tujuan dan rencana mereka.

Itu terungkap melalui laporan disusun Boston Consulting Group dan Meta yang dilansir baru-baru ini.

Baca juga: Citizen Segera Rilis Smartwatch CZ Pakai Teknologi NASA

Dalam laporan ini ada beberapa perusahaan digital asal Indonesia yang dipakai sebagai studi kasus di antaranya Kopi Kenangan dan Tokopedia.

Mereka juga menghadirkan metode baru untuk membantu perusahaan lebih memahami peluang pemetaan bisnis digital, peluang untuk mengukur dan menjawab tantangan faktor ekonomi makro.

Boston Consulting Group menjadi yang pertama mengidentifikasi empat arketipe bisnis utama yang paling sering ditemui di wilayah Asia-Pasifik dan mengembangkan panduan pertumbuhan strategis berdasarkan perjalanan bisnis yang dijelaskan dalam wawancara serta tantangan dan peluang yang muncul dari kondisi makro ekonomi terkini.

Keempat arkitpe itu adalah: pelaku bisnis D2C yang sedang tumbuh, operator marketplace, pelopor bisnis omnipresent, dan perusahaan mapan yang melakukan digitilasi.

Baca juga: Midea Robozone Hadirkan Robot Vacuum di Indonesia

Pertama, pelaku bisnis D2C yang sedang tumbuh. Pelaku usaha ini biasanya merupakan bisnis online baru dengan pertumbuhan yang pesat.

Mereka telah membangun produknya sendiri, tahu cara berinteraksi langsung dengan pelanggan secara online dan dengan demikian, telah mulai membangun loyalitas merek.

Di model ini, ada lima area fokus utama yakni terus menyempurnakan kesesuaian produk dengan pasar, personalisasi dalam skala besar, merek yang unik, opsi ekspansi dengan fokus terhadap nilai, dan teknologi yang mendorong pertumbuhan.

Ketika Pelaku Bisnis D2C yang sedang tumbuh berupaya meningkatkan skala bisnis, menentukan solusi yang akan diterapkan biasanya merupakan hal terpenting.

Baca juga: Samsung Bisa Tergeser di Tahun 2024

Banyak pemimpin bisnis menyebutkan bahwa mereka berusaha mengintegrasikan atau meningkatkan solusi pengukuran serta pengiriman pesan, di luar API lain, agar peningkatan skala benar-benar bisa diwujudkan.

Kedua, operator marketplace. Marketplace online telah menjadi pemain besar dalam membentuk wajah sektor ritel online saat ini.


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER