Senin, 29 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Literasi Keuangan Harus Menjadi Fokus Pemerintah Kembangkan Financial Inclusion

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Literasi keuangan perlu menjadi salah satu fokus pemerintah mengembangkan financial inclusion. Terciptanya financial inclusion, atau penetrasi unbankable people untuk memiliki akses ke sistem keuangan formal, harus diikuti literasi keuangan untuk menciptakan pemahaman dan kepercayaan.

Sangat penting bagi konsume mengetahui hak-hakmereka dalam jasa keuangan. Memberikan pemahaman terkait hak konsumen dalam jasa keuangan harus diawali dengan literasi terhadap bidang itu sendiri.

Berdasarkan data yang diungkap OJK, baru 38% masyarakat yang memahami literasi keuangan,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Thomas Dewaranu, Selasa (2/11)

Dari angka ini, pemahaman yang paling rendah adalah mengenai lembaga keuangan mikro yang baru mencapai 0,85%. Hal ini sangat disayangkan padahal lembaga keuangan mikro dapat turut membantu memberikan pembiayaan untuk UMKM.

Financial inclusion, salah satunya, untuk mencapai pemerataan ekonomi karena dapat membuka akses masyarakat. Terutama unbanked people, kepada layanan keuangan, baik yang disediakan oleh bank maupun lembaga keuangan non-bank. Seperti financial technology. Hingga tahun 2019, financial inclusion sudah menjangkau 73% masyarakat.

Di Indonesia ada sekitar 92 juta masyarakat dewasa yang tidak terjamah layanan perbankan. Kehadiran lembaga keuangan non-bank seperti fintech dapat membantu golongan masyarakat unbanked ini.

“Namun harus dibarengi dengan peningkatan literasi keuangan agar masyarakat memahami jenis layanan yang mereka akses, risiko. San upaya keamanan yang harus mereka lakukan dalam melakukan transaksi keuangan,” jelas Thomas.

Pemahaman akan hak sebagai konsumen dari sektor jasa keuangan sebaiknya diawali literasi tentang jasa keuangan itu sendiri. Upaya memasyarakatkan literasi jasa keuangan di masyarakat memang tidak mudah karena masyarakat Indonesia sangat heterogen. Baik dari sisi budaya, bahasa, tingkat pendidikan, cara hidup dan juga karakteristik kegiatan ekonomi.

Berbicara mengenai hak konsumen terkait jasa keuangan, Thomas mengatakan hal ini mengacu pada aturan yang dibuat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagaimana yang tercantum dalam peraturan OJK nomor 1 / POJK.7/ tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, perlindungan konsumen menerapkan beberapa prinsip.

Yaitu transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data konsumen dan penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dan dengan biaya yang terjangkau.

Implementasi dari prinsip-prinsip tadi antara lain adalah konsumen berhak mendapatkan informasi yang jelas dan akurat terkait sebuah produk jasa keuangan. Para tenaga pemasar produk keuangan bertanggung jawab untuk menyampaikan semua informasi yang dibutuhkan konsumen untuk menghindari kesalahpahaman yang mungkin saja terjadi di kemudian hari.

Konsumen berhak mengakses semua pelayanan dan produk jasa keuangan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Perusahaan penyedia jasa keuangan juga wajib bertanggung jawab atas kerahasiaan data dan informasi para nasabahnya.

“Konsumen juga berhak mengajukan pengaduan terkait transaksi yang ia lakukan yang berhubungan dengan jasa keuangan. Pengaduan ini harus direspon oleh pihak penyedia jasa dengan cepat dan solutif,” terangnya.

Beberapa hal bisa dilakukan sebagai upaya untuk memperkenalkan literasi keuangan kepada masyarakat, seperti pembekalan dari kepala daerah, petugas dari dinas terkait di wilayah masing-masing dan juga dari pihak bank dan institusi keuangan lainnya.

Pihak-pihak tadi dapat berkoordinasi untuk secara rutin mensosialisasikan mengenai instrumen-instrumen yang ada dalam sektor jasa keuangan dan juga pengetahuan dasar. Sosialisasi ini sebaiknya dilakukan secara berkala dan dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. (eko)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER