Jumat, 26 April 2024
FINTECHNESIA.COM |

Perlu Komunikasi Publik Efektif Tentang Skema Penjaminan Simpanan

BACA JUGA




FinTechnesia.com | Skema penjaminan simpanan sudah berjalan cukup lama. Skema penjaminan muncul pasca krisis ekonomi tahun 1997-1998.

Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Didik Madiyono mengatakan, komunikasi publik yang efektif tentang skema penjaminan simpanan, terlebih di era digital seperti sekarang  dapat menciptakan kepercayaan nasabah terhadap perbankan.

Masalah asimetris informasi di era sekarang ini relatif bukan disebabkan tidak tersedianya informasi. Melainkan disebabkan oleh noise dan bias informasi pada informasi publik, terutama melalui media sosial.

Komunikasi publik yang efektif tentang skema penjaminan simpanan ke masyarakat menjadi sangat penting untuk menciptakan kepercayaan publik. “Apalagi, berdasar survei OJK tahun 2019, literasi keuangan di Indonesia masih rendah,” ujarnya, dalam rilis, Jumat (19/3).

LPS secara intensif terus menyosialisasikan mandat dan fungsinya. serta skema dan kebijakan penjaminan simpanan. Antara lainkerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan. Twrmasuk dengan media dalam berbagai bentuk edukasi masyarakat guna menjaga kepercayaan terhadap perbankan.

Ia juga memaparkan tentang pergeseran perilaku konsumen pada masa pandemi covid-19. Lebih memilih berbagai layanan yang berbasis digital.

Terbukti, situasi pandemi meningkatkan ketergantungan konsumen pada layanan berbasis digital. Pada hasil penelitian yang dilakukan Bank Dunia, Google, Temasek, dan Bain & Company menyebut fenomena ini sebagai flight-to-digital.

Dengan perkembangan teknologi komputerisasi dan digitalisasi, model bisnis perbankan juga terus berkembang. “Perkembangan teknologi ini akan mengarah pada perbankan yang lebih efisien, layanan pelanggan yang lebih baik, dan kontribusi yang lebih tinggi bagi perekonomian,” jelasnya.

Adapun, di Asia Tenggara, sekitar 1 dari 3 (± 36%) konsumen yang menggunakan layanan digital merupakan konsumen baru selama pandemi. Sekitar 9 dari 10 konsumen yang menggunakan layanan digital baru akan terus menggunakan layanan ini di masa mendatang. Meskipun mengalami pertumbuhan ekonomi setahun penuh yang negatif di tahun 2020 (yaitu -2.07% YoY), ekonomi berbasis internet Indonesia telah mampu tumbuh dua digit sebesar 11% dari Nilai Pasar Bruto (GMV) pada tahun 2020.

Meski hampir semua lini terdigitalisasi, Didik mengingatkan mengenai potensi risiko dan tantangan , baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.

Menurut World Economic Forum Global Risks Perception Survey 2020, salah satu ancaman potensial dalam perkembangan digital ialah ketidaksetaraan digital (digital inequality). Menurutnya, hal tersebut merupakan risiko dengan tingkat kemungkinan yang tinggi dalam sepuluh tahun ke depan, termasuk risiko keamanan siber. (mrz)


BERITA TERBARU

BERITA PILIHAN

header

POPULER