FinTechnesia.com | Para pengguna online menyadari anak-anak dapat menjadi nakal dan menyembunyikan aktivitas online mereka dari orang tua. Penelitian Kaspersky sebelumnya mengungkapkan anak-anak memiliki banyak kegiatan online yang dan tidak diketahui oleh ibu dan ayah mereka.
Namun, survei terbaru perusahaan keamanan siber global ini telah membuka kedok para orang tua di kawasan Asia Pasifik juga melakukan hal yang sama dengan anak-anak mereka. Survei pada dua bulan pertama tahun 2020, laporan baru berjudul ‘Defending digital privacy: taking personal protection to the next level’, bertanya kepada responden: Siapa saja pihak yang diwaspadai melihat dan memiliki akses ke informasi pribadi Anda? Anehnya, persentase tertinggi (10,3%) untuk anak-anak. Diikuti partner atau pasangan (9,9%), dan orang tua (9,1%).
“Ironisnya, para pengguna online di Asia Pasifik lebih khawatir saudara sedarah atau mitra hubungan mereka melihat atau mengakses data pribadi mereka secara online melebihi para pelaku kejahatan siber. ” “Faktanya, survei kami menunjukkan bahwa pelaku kejahatan siber menjadi indikator paling sedikit. Persentase hanya sebesar 3,1%,” ujar Stephan Neumeier, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky, pekan lalu.
Joel Yang, Psikolog klinis di Mind what Matters, Singapura mencatat statistik dapat dilihat melalui lensa budaya. Mengingat wilayah Asia Pasifik sebagian besar terdiri dari masyarakat yang lebih kolektif.
Sikap kolektivistik biasanya akan mendorong kebenaran hubungan social (correctness of social relationships) dan konsep semacam itu menekankan hierarki dalam struktur keluarga. Ini adalah kunci untuk keharmonisan sosial yang dipahami oleh setiap anggota dan memainkan peran mereka.
Di unit keluarga, ini berarti bahwa anak-anak diharapkan menunjukkan rasa hormat kepada orang tua mereka tanpa pertanyaan. Ini melanggengkan perilaku orang tua yang tidak mengungkapkan masalah pribadi (yof)